TUGAS INDIVIDU
MAKALAH AGRIBISNIS
TANAMAN HORTIKULTURA
PENANGANAN
PASCA PANEN TANAMAN CABAI MERAH
OLEH
NAMA : SAKTI
NIM : G111 12 340
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
KATA
PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul : “Penanganan
Pasca Panen Tanaman Cabai Merah
”.
Maksud utama peyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas terstruktur yang telah diberikan oleh pihak dosen
mata kuliah Agribisnis Tanaman
Perkebunan Fakultas PERTANIAN Universitas Hasanuddin.
Dalam penyelesaian tugas ini penulis banyak
mendapatkan berbagai masukan berupa bimbingan dan saran-saran yang sangat
berguna. Penulis berupaya semaksimal mungkin untuk berkarya dengan harapan
makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka meningkatkan kualitas bangsa
Indonesia.
Kritik dan saran akan sangat membantu penulis
dalam melaksanakan tugas selanjutnya.
Makassar, 12 Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
........................................................................................................................
Daftar Isi
.................................................................................................................................
Bab I. Pendahuluan
................................................................................................................
1.1. Latar Belakang
...........................................................................................................
1.2. Tujuan Penulisan
.......................................................................................................
Bab II. Tinjauan Pustaka
.......................................................................................................
2.1.
Pasca Panen Pengolahan Primer
................................................................................
2.1.1.
Panen
...............................................................................................................
2.1.2.
Sortasi ..............................................................................................................
2.1.3.
Penyimpanan
...................................................................................................
2.1.4.
Pengemasan .....................................................................................................
2.1.5.
Pengangkutan
..................................................................................................
2.1.6.
Pemasaran .......................................................................................................
2.2.
Pasca Panen Pengolahan Sekunder
...........................................................................
2.2.1.
Pengolahan Cabai Kering
...............................................................................
2.2.2.
Pengolahn Cabai Merah menjadi Saus
...........................................................
2.2.3.
Pengolahn Cabai Merah menjadi Bumbu Nasi Goreng
.................................
2.2.4.
Oleoresin Cabai Merah ..................................................................................
Bab III. Pembahasan
............................................................................................................
3.1.
Solusi Pasca Panen ...................................................................................................
3.1.1.
Panen
..............................................................................................................
3.1.2.
Sortasi ............................................................................................................
3.1.3.
Penyimpanan
.................................................................................................
3.1.4.
Pengemasan ...................................................................................................
3.1.5.
Pengangkutan
.................................................................................................
3.1.6.
Pemasaran ......................................................................................................
Bab IV. Kesimpulan
............................................................................................................
4.1.
Kesimpulan .............................................................................................................
Daftar Pustaka
.....................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai
tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen
sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan
lebih tepat disebut Pasca produksi (Postproduction) yang dapat
dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest)
dan pengolahan (processing). Penanganan pasca panen (postharvest)
sering disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing)
merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari mulai panen sampai
komoditas dapat dikonsumsi “segar” atau untuk persiapan pengolahan berikutnya.
Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan,
kedalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary
processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain
atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah
perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain. Ke dalamnya
termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industri. Gambaran umum karakteristik
komoditas hortikultura bersifat volumunios (membutuhkan tempat yang besar) dan
perishable (mudah rusak) seperti
halnya pada tanaman cabai sehingga
dibutuhkan penanganan pasca panen yang cepat dan tepat. Hal utama yang timbul
akibat penanganan yang kurang tepat dan cepat tersebut adalah tingginya
kehilangan atau kerusakan hasil.
Hal ini
disebabkan antara lain penanganan pasca panen pada tanaman cabai yang
masih dilakukan secara tradisional atau konvensional dibandingkan kegiatan pra
panen. Terlihat bahwa masih rendahnya penerapan teknologi, sarana panen/pasca
panen yang terbatas, akses informasi dalam penerapan teknologi dan sarana pasca
panen juga terbatas sehingga menjadi kendala dalam peningkatan kemampuan dan
pengetahuan petani/pelaku usaha
Penanganan
pasca panen pada tanaman cabai bertujuan untuk memperpanjang kesegaran dan menekan tingkat kehilangan
hasil yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sarana dan teknologi yang baik.
Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak teknologis, ekologis dan ekonomis
diperlukan road map (peta perjalanan) penanganan pasca panen tanaman cabai sebagai landasan dalam
penyusunan program kegiatan, rencana aksi serta kebijakan.
Proses
produksi sayuran meliputi beberapa tahap yang
berkesinambungan, mulai dari tahap prapanen, pascapanen, dan pengolahan.
Pada tahap prapanen, petani dituntut untuk mengefisienkan penggunaan masukan
untuk memperoleh pendapatan yang layak. Tahap penanganan pascapanen meliputi
pemanenan, sortasi, pencucian, pengemasan, pengangkutan, penyimpanan,
pengolahan, dan pemasaran sampai komoditas tersebut dimanfaatkan atau
dikonsumsi oleh pengguna akhir (konsumen). Sayuran, termasuk cabai
merah, mudah rusak setelah dipanen, baik kerusakan fisik,
mekanis maupun mikrobiologis, padahal konsumen menyukai sayuran dalam keadaan segar.
Oleh karena itu, perlu
penanganan pascapanen yang memadai untuk mempertahankan kesegaran serta mencegah
susut dan kerusakan.
Kehilangan pascapanen sayuran mencapai 40%, yang umumnya berupa
penurunan kualitas. Kehilangan pascapanen terjadi dalam waktu
beberapa hari pada penanganan secara tradisional. Maka dari itu hasil produksi cabai sebaiknya di tempatkan pada ruang yang sejuk,
terhindar dari sinar matahari, cukup oksigen dan tidak lembab serta dalam penggunaan pestisida tidak digunakan pada
saat pasca panen.
1.2.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui bagaimana penanganan pasca panen pada tanaman cabai
2.
Untuk
mengetahui pengolahan primer pada pasca panen tanaman cabai (seperti perlakuan
mulai panen sampai komoditas dapat dikomsumsi segar atau siap diolah.
3.
Untuk
mengetahui pengolahan sekunder pada pasca panen tanaman cabai (yaitu tindakan
yang mengubah hasil tanaman menjadi bentuk lain agar lebih awet).
4.
Untuk
membahas mengenai solusi pasca panen pada tanaman cabai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pasca panen pada tanaman cabai merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau
hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan
hasil panen tanaman cabai tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan
untuk diproses selanjutnya. Penanganan pascapanen yang dibahas dalam tulisan ini meliputi
pengolahan primer, yaitu perlakuan mulai panen sampai
komoditas dapat dikonsumsi segar atau siap diolah, serta
pengolahan sekunder, yaitu tindakan yang mengubah hasil
tanaman (dalam hal ini cabai) menjadi bentuk lain agar lebih
awet (Mutiarawati 2009).
2.1. Pasca Panen
Pengolahan Primer
2.1.1. Panen
Panen
merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu
proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen pada tanaman cabai perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi
spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan
berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran (Rajab dan Taufik
2008).
Panen merupakan kegiatan awal dalam penanganan
pascapanen. Pada
tahap ini panen tanaman cabai dilakukan pada
tingkat kematangan yang tepat dan dengan hati-hati untuk menjaga mutu produk (Gambar 1).
Cabai dapat dipanen pada umur 60−75 hari setelah tanam
untuk yang ditanam di dataran rendah dan pada umur 3−4 bulan untuk yang di
dataran tinggi. Cabai dipanen setelah buahnya 75% berwarna merah (Moekasan et al. 2005;
Sumarni 2009). Panen dilakukan 3−4 hari sekali atau paling
lambat satu minggu sekali, sampai tanaman berumur 4−7 bulan
(15 kali panen) atau sesuai kondisi tanaman (Asgar et al. 2000; Sutarya et al. 1995). Buah yang
dipanen terlalu muda akan cepat layu, bobot cepat berkurang, cepat rusak,dan kurang tahan
guncangan waktu pengangkutan.
2.1.2. Sortasi
Konsumen terutama pasar
swalayan, restoran dan hotel lebih mengutamakan spesifikasi produk yang mereka
inginkan dan untuk ini mereka berani membayar lebih besar jika dibandingkan
dengan pasar tradisional (wet market). Penampilan produk yang seragam,
baik ukuran panjang, diameter, bentuk, permukaan, warna, maupun kekerasan buah,
akan memberikan penilaian yang lebih baik. Untuk itu diperlukan sortasi dan
grading terhadap buah cabai yang diinginkan konsumen, baik rumah tangga,
kelompok konsumen swalayan, restoran, hotel, industri pangan olahan tradisional
maupun skala industri. Umumnya, sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang
pengumpul.
Sortasi terhadap warna
menjadi hal yang sangat penting bagi konsumen. Karenanya harus ada upaya untuk
menstabilkan warna cabe sebelum dikeringkan. Petani di Indonesia akan
menghamparkan buah cabai yang sudah dipetik di tempat teduh, dengan tujuan
untuk mencegah pembusukan sebelum dijual ke pasar. Tindakan seperti ini disebut
curing yaitu mengondisikan buah cabe untuk dapat menyesuaikan dengan
keinginan dari pasar.
Dalam penelitian “Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen Cabai Merah”
memaparkan bahwa beberapa kelompok
konsumen seperti
hotel, restoran, dan pasar swalayan memberi harga yang berbeda pada
cabai berdasarkan kelas mutu. Soetiarso dan Majawisastra (1992) melaporkan, konsumen
mempunyai preferensi yang berbeda dalam menempatkan urutan faktor-faktor yang
menjadi pertimbangan dalam menentukan harga pembelian cabai merah. Buah
cabai yang telah dipanen segera disortasi untuk mencegah kerusakan. Penundaan
sortasi akan mempercepat pembusukan. Cabai hasil sortasi yang berkualitas
kurang baik masih dapat dipasarkan, meskipun harganya rendah. Sortasi
yang dilakukan di petani berbeda yang dilakukan oleh
industri (Asgar 2000). Petani umumnya mengharapkan semua hasil panen dapat
dijual. Cabai yang berkualitas baik dijual ke pedagang atau
pasar swalayan, sedangkan yang kualitasnya kurang baik dipasarkan ke pedagang
pengecer atau pasar tradisional. Demikian pula di tingkat
pedagang, cabai yang berkualitas baik dijual ke industry pengolah
dan yang kurang bagus dijual ke pedagang pengecer. Industri pengolahan menghendaki
cabai yang berkualitas baik agar hasil olahannya berkualitas prima.
2.1.3. Penyimpanan
Di Indonesia, cabai
umumnya lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk segar. Karena itu, para
produsen dan pengelola komoditas cabai berupaya supaya cabai tetap kelihatan
segar. Untuk itu diperlukan tindakan yang benar pada saat handling,
pengemasan dan penyimpanan agar mutu tetap stabil dan bisa diterima konsumen
dengan harga yang tinggi.
Setelah pemetikan, proses fisiologi tetap berjalan,
tergantung pada situasi luar, seperti temperatur dan kelembaban. Proses
fisiologi tetap dipertahankan tetapi lajunya harus dikurangi. Caranya dengan
menekan tingkat respirasi, yaitu mengatur temperatur dan kelembaban udara di
sekelilingnya dengan menempatkan produk dalam ruangan yang sistem udaranya
terkendali. Selain laju respirasi, harus juga ditekan laju transpirasi yaitu
proses penguapan dari buah cabai dengan cara meningkatkan kelembaban udara dan
menurunkan temperatur, atau dengan menempatkan buah cabai dalam kemasan
tertentu untuk mengurangi gerakan udara di sekeliling cabai.
Cabai
yang telah dipanen dapat disimpan di lapangan atau di ruang
tertutup, yaitu bangunan berventilasi, ruang berpendingin atau
ruang tertutup yang konsentrasi gasnya berbeda dengan atmosfer. Penyimpanan yang baik
dapat memperpanjang umur dan kesegaran cabai tanpa menimbulkan
perubahan fisik atau kimia. Cara yang biasa digunakan adalah menyimpan
cabai segar pada suhu dingin, sekitar 4OC. Menurut Asgar (2009), pendinginan bertujuan
menekan tingkat perkembangan mikroorganisme dan perubahan biokimia. Penyimpanan
pada suhu rendah merupakan cara terbaik untuk mempertahankan kesegaran cabai. Suhu
optimal pendingin bergantung pada varietas cabai dan tingkat kematangannya.
Pendinginan dengan menggunakan refrigerator umumnya lebih
mudah dibandingkan dengan cara lainnya. Namun, cara ini sulit diterapkan di
tingkat petani karena biayanya mahal. Penyimpanan dengan
modifikasi atmosfer atau udara terkendali dapat memperlambat respirasi
dengan mengurangi kandungan O2 serta meningkatkan kandungan CO2 dan N2.
Dengan cara ini, aktivitas metabolisme bahan akan berkurang sehingga memperlambat
proses kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Pantastico et al. (1975) serta Dasuki dan Muhamad (1997) menyatakan,
penyimpanan dengan udara terkontrol dan dimodifikasi dapat menghambat
metabolisme sehingga menunda pematangan dan pembusukan buah. Oleh karena itu,
cabai yang akan disimpan hendaknya sehat, seragam kematangannya, dan
dikemas dengan baik.
2.1.4. Pengemasan
Pengemasan
bertujuan untuk melindungi mutu produk cabai dari kerusakan mekanis, fisik dan
fisiologi pada saat handling, pengangkutan dan bongkar muat. Kemasan
yang ideal harus kuat, memiliki daya lindung yang tinggi terhadap kerusakan,
mudah di-handle, aman dan ekonomis. Wadah kemasan dapat dibuat secara
tradisional berupa keranjang bambu atau rotan, karung plastik polietilen dan
kardus berventilasi. Para petani dan pedagang cabai untuk pasar tradisional
biasanya mengemas cabai
dengan karung plastik berlubang-lubang. Sementara itu, pasar swalayan
menghendaki kemasan dalam kardus.
Pengemasan
bertujuan untuk melindungi mutu cabai sebelum dipasarkan. Pengemasan yang baik
dapat mencegah kehilangan hasil, mempertahankan mutu dan penampilan, serta
memperpanjang masa simpan bahan. Kemasan yang biasa digunakan untuk memudahkan penyimpanan dan
pengangkutan cabai di pasar domestik adalah keranjang bambu, peti
kayu, dan plastik. Kemasan yang ideal adalah yang mudah diangkat,
aman, ekonomis, dan dapat menjamin kebersihan produk. Kemasan lain yang
biasa digunakan pedagang adalah jala dengan kapasitas 9−100 kg. Kemasan
ini sangat praktis, tetapi tidak dapat melindungi cabai
dari kerusakan mekanis dan fisiologis, terutama pada saat ditimbang
dan di dalam alat angkut. Volume kemasan sebaiknya tidak melebihi 25 kg
karena kemasan yang terlalu besardapat menurunkan mutu cabai, terutama yang
berada di bagian bawah (Setyowati dan Budiarti 1992). Kemasan
yang baik dapat menekan benturan, mempermudah pertukaran
udara, dan mengurangi penguapan. Prinsip pembuatan kemasan
adalah ekonomis,
bahannya tersedia, mudah dibuat, ringan, kuat, dapat melindungi komoditas,
berventilasi, dan tidak bau.
2.1.5. Pengangkutan
Pada tahap ini transportasi memiliki peranan penting
untuk memindahkan cabe dari lapangan ke tempat pengolahan (sertasi dan grading),
kemudian ke pasar dan gudang. Selama proses pengangkutan perlu dicermati
penanganannya.
Pengangkutan dengan truk
konvensional seperti kendaraan bak terbuka berbeda dengan sistem non
konvensional seperti kontainer dengan sistem udara terkendali. Pengangkutan
dengan sistem non konvensional cabe relatif lebih aman dari kerusakan fisik,
fisiologis maupun mekanis. Namun, pengangkutan dengan kontainer baru digunakan
oleh perusahaan besar yang mendapat kontrak dengan pasar swalayan. Sementara
itu, untuk pasar tradisional, buah cabe lebih sering diangkut dengan mobil bak
terbuka.
Pengangkutan
merupakan mata rantai penting dalam penanganan pascapanen dan
distribusi cabai. Untuk memperpanjang kesegaran, biasanya
pedagang memerlukan
alat angkut yang cocok untuk memperlancar pemasaran. Jika jumlah cabai
yang dipasarkan sedikit, biasanya petani/pedagang
menggunakan pikulan, sepeda atau gerobak. Selama pengangkutan, cabai
dapat mengalami
kerusakan mekanis karena kontak dengan wadah atau dengan cabai yang lain
akibat goncangan. Kerusakan fisiologis juga bisa terjadi akibat gangguan metabolisme
dalam bahan. Proses respirasi yang masih berlangsung dalam cabai yang ditumpuk
menghasilkan H2O, CO2, dan energi dalam bentuk panas. Jika panas yang
dihasilkan berlebihan akan mengakibatkan cabai menjadi layu,
respirasi makin cepat, dan jaringan sel mati. Menurut
Hartuti dan Sinaga (1993), pengangkutan cabai jarak jauh dengan menggunakan
keranjang bambu, dapat menekan susut bobot hingga 0%, tingkat kerusakan
1,30%, dan kesegaran cabai cukup baik. Kemasan karton/kardus dengan kapasitas 20 kg
dapat digunakan bila dipadukan dengan karung jala yang dimasukkan
ke dalam kardus berventilasi. Pengemasan cabai yang kurang baik dapat menyebabkan
kerusakan dan kehilangan hasil selama pengangkutan. Menurut Sutarya et al. (1995),
pengangkutan cabai dalam jarak lebih dari 200 km dengan
kemasan karung berkapasitas 90 kg menyebabkan kerusakan hingga 20%.
2.1.6 Pemasaran
Pemasaran produk pertanian khususnya cabai masih belum memiliki kepastian,
terutama harga. Saat ini, harga produk pertanian masih dipengaruhi oleh
banyaknya suplai di pasar, musim dan event-event tertentu seperti hari
raya keagamaan.
Jika suplai cabai
di pasar terlalu banyak, harganya akan turun. Jika suplai sedikit harganya akan
meningkat dari harga rata-rata. Faktor yang paling
mempengaruhi harga cabai di pasaran adalah pengaruh musim.
2.2.. Pasca Panen
Pengolahan Sekunder
2.2.1 Pengolahan
Cabai Kering
Harga
komoditas pertanian, termasuk cabai, umumnya akan jatuh pada saat panen
raya. Untuk mengatasi masalah tersebut, cabai dapat dikeringkan lalu dibuat
tepung (bubuk) sebagai bumbu siap pakai. Cabai kering berbentuk tepung sering
digunakan sebagai pengganti lada. Cabai kering biasanya
dipasarkan dan diolah lebih lanjut menjadi serbuk atau oleoresin
cabai. Cabai
kering hendaknya dibuat dari buah cabai yang betul-betul masak dan sehat (Menurut
Asgar 2009). Buah yang kurang tua atau masih kehijauan (warna merah
kurang dari 60%) akan menghasilkan cabai kering yang berwarna keputihan,
sedangkan buah cabai yang sudah mulai membusuk akan menghasilkan cabai
kering yang berwarna kehitaman. Cabai dibuang tangkainya lalu dicuci bersih
dan ditiriskan, kemudian dibelah atau bisa pula dalam
bentuk utuh. Bila dibelah, pengeringannya lebih cepat dibandingkan
yang utuh. Pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 60°C lebih baik daripada
dijemur. Menurut Duriat (1995), pengeringan cabai dengan menggunakan
alat pengering memudahkan mengontrol suhu dan kelembapan untuk mencapai kadar air
5−8%. Cabai merah utuh membutuhkan waktu pengeringan 20−25
jam, sedangkan yang dibelah hanya memerlukan waktu 10−25 jam. Cabai merah yang
telah kering digiling bersama rempah-rempah lainnya sampai menjadi
bumbu siap pakai. Pengeringan cabai merah dapat pula menggunakan alat pengering
energy surya.
Hartuti dan Sinaga (1995) menggunakan pengering tenaga surya
rakitan Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Penggunaan alat pengering tersebut
yang dikombinasi dengan memberi perlakuan antioksidan emulsi dipsol,
Na2S2O5 dengan perendaman selama 6 menit dan pengeringan 7 hari menghasilkan
cabai merah kering terbaik (Tabel 4).
Tabel
4. Pengaruh penggunaan alat pengering terhadap mutu cabai kering.
Komponen Pengering
tradisional Pengering Balittro Pengering LIPI
Kadar
air (%) 12,96 11,80 12,98
Vitamin
C (mg/100 g) 180,86 197,44 220,33
Zat
padat terlarut (%) 55,82 55,81 55,14
Kadar
abu (%) 7,27 6,87
6,92
Kepedasan
(SU) 354 354 305,50
Warna
8,44 9,62 9,48
Suhu
(°C) 42 46−48 47−49
Kelembapan (%) 49 45
45
Sumber: Hartuti dan Sinaga (1995).
2.2.2 Pengolahan
Cabai Merah Menjadi Saus
Pengolahan
cabai merah menjadi saus dimulai dengan pemilihan buah
cabai merah yang sehat dan tidak rusak. Cabai dibuang tangkainya
lalu dicuci sampai bersih, dikukus hingga matang, kemudian
digiling bersama
bumbu, seperti bawang putih yang telah dikukus 10 menit, gula pasir,garam, penyedap masakan,
kecap inggris, minyak wijen, cuka, dan bahan pengawet natrium
benzoat 0,025 g/kg cabai. Setelah tercampur rata, adonan
dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit. Selanjutnya didiamkan
20 menit, lalu dipanaskan kembali hingga mendidih selama 3 menit. Pemanasan
saus secara bertahap dapat memperbaiki konsistensi (mencegah terjadinya pemisahan
air). Dalam keadaan panas, saus dimasukkan ke dalam botol steril
lalu ditutup rapat, kemudian dipasteurisasi dengan dikukus selama 30
menit.
2.2.3 Pengolahan
Cabai Merah Menjadi Bumbu Nasi Goreng
Cabai untuk
bumbu nasi goreng dipilih yang berwarna merah. Cabai dikukus sampai matang, waktunya
disesuaikan dengan jumlah cabai yang akan diolah. Pengukusan
cabai sebelum diolah akan memperbaiki warna bumbu nasi goreng. Setelah
matang, cabai digiling bersama bumbu, yaitu bawang merah, bawang putih, kecap ikan, kecap
manis, minyak wijen, garam, minyak goreng, tomat yang telah
dihaluskan, penyedap, dan lada. Campuran cabai dan bumbu yang telah digiling lalu
ditumis dalam minyak panas (suhu 90°C) selama 3 menit. Cara pemanasan ini
menghasilkan bumbu nasi goreng yang terbaik dibandingkan tanpa pemanasan.
Dalam keadaan panas, bumbu dimasukkan ke dalam botol steril, lalu ditutup rapat
dan dipasteurisasi dengan cara dikukus 30 menit.
2.2.4 Oleoresin
Cabai Merah
Penggunaan
oleoresin cabai merah sebagai pewarna makanan makin meluas sehingga permintaannya
makin meningkat. Oleoresin cabai merah mempunyai ketahanan panas yang lebih
baik dibandingkan
dengan pewarna lainnya. Kisaran pH untuk pemakaiannya cukup luas,
yaitu 1−9. Keuntungan mengolah cabai merah menjadi oleoresin yaitu: 1) produk
lebih awet karena bebas dari mikroba, serangga, dan enzim serta
berkadar air
rendah, 2) mutu produk seragam dan mudah distandarkan, 3)
memiliki rasa yang mirip dengan rempah asli, dan 4) dapat
dipadatkan (ditumpuk) sehingga menghemat biaya transportasi. Sebagai pewarna makanan,
oleoresin paprika sering dicampur dengan pewarna alami
lain, seperti annato dan kurkumin. Keuntungan pemakaian
oleoresin dibandingkan dengan rempah-rempah bubuk lainnya adalah ekonomis,
rasa kuat dan dapat dikontrol, serta tahan panas.Hasil penelitian Yuliana et
al. (1991)terhadap rendemen dan mutu oleoresin dari
beberapa jenis cabai menunjukkan bahwa pembelahan buah
cabai sebelum pengeringan menghasilkan mutu oleoresin yang
baik, tetapi menurunkan kadar minyak atsiri (Tabel 5). Sebelum diekssehingga permintaannya
makin meningkat. Oleoresin cabai merah mempunyai ketahanan panas yang lebih
baik dibandingkan
dengan pewarna lainnya. Kisaran pH untuk pemakaiannya cukup luas,
yaitu 1−9. Keuntungan mengolah cabai merah menjadi oleoresin yaitu: 1) produk
lebih awet karena bebas dari mikroba, serangga, dan enzim serta
berkadar air
rendah, 2) mutu produk seragam dan mudah distandarkan, 3)
memiliki rasa yang mirip dengan rempah asli, dan 4) dapat
dipadatkan (ditumpuk) sehingga menghemat biaya transportasi. Sebagai pewarna makanan,
oleoresin paprika sering dicampur dengan pewarna alami
lain, seperti annato dan kurkumin. Keuntungan pemakaian
oleoresin dibandingkan dengan rempah-rempah bubuk lainnya adalah ekonomis,
rasa kuat dan dapat dikontrol, serta tahan panas.Hasil penelitian Yuliana et
al. (1991) terhadap rendemen dan mutu oleoresin dari
beberapa jenis cabai menunjukkan bahwa pembelahan buah
cabai sebelum pengeringan menghasilkan mutu oleoresin yang
baik, tetapi menurunkan kadar minyak atsiri (Tabel 5). Sebelum diekstraksi, cabai
perlu dikeringkan sampai kadar air 10%, namun pengeringan yang terlalu
lama dapat menurunkan kandungan minyak atsiri. Pengeringan juga akan memengaruhi
kepedasan dan warna cabai kering. Mutu oleoresin ditentukan oleh nilai kepedasan,
intensitas warna, dan aroma sehingga pengeringan cabai harus diusahakan
berlangsung dalam waktu singkat pada suhu rendah.
Tabel
5. Pengaruh jenis cabai dan pembelahan terhadap oleoresin, kadar
minyak atsiri dan capsaisin.
Jenis cabai Rendemen oleoresin (%) Kadar minyak Rata-rata
. Dibelah
Utuh atsiri (%) capsaisin (%)
Rawit
putih 10,15 12,23 2,58 4,03
Merah
kering 14,63 17,37 1,55 1,92
Merah
besar 17,19
17,60 1,44 1,87
Paprika 12,30 8,73 2,28
0,26
Sumber: Yuliana et al. (1991).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Solusi Pasca Panen
3.1.1 Panen
Sebaiknya
dalam pelaksanaan panen pada tanaman cabai,
perlu memperhatikan beberapa hal seperti di bawah ini :
1. Panen dilakukan
pagi hari setelah ada sinar matahari.
2. Cara pemanenan
buah cabai dilakukan dengan mengikutsertakan batang buahnya dan dijaga supaya
tidak merusak ranting dan percabangan tanaman cabai.
3. Buah yang
dipanen adalah yang benar-benar tua, tandanya buah berwarna merah, hijau
kemerahan atau hitam kemerahan.
4. Saat panen
langsung dilakukan sortasi, buah yang rusak atau kena hama langsung dipisahkan.
5. Kematangan cabai disesuaikan dengan permintaan,
lama penyimpanan dan lamanya transportasi ke pasar.
6. Setelah dipanen,
lakukan sortir awal. Buah cabe yang terkena penyakit, terutama cendawan dikubur
dalam lubang atau dibakar supaya tidak menular ke buah dan tanaman lainnya.
Terkait
dengan itu pada saat ingin melakukan pemanenan pada tanaman cabai yang
terpenting adalah ketetapan waktu panen karena ketetapan saat panen sangat
menentukan kualitas produk tanaman cabai, dan apabila produksi tanaman cabai
yang dipanen tidak tepat waktu maka kualitas dan kuantitas cabai menurun. Pemanenan terlalu muda/awal
pada tanaman cabai akan
menurunkan kuantitas hasil dan
menyebabkan proses pematangan tidak sempurna. Dan pemanenan terlalu tua/lewat panen
maka kualitas menurun dengan cepat saat disimpan, rentan terhadap pembusukkan, dan menyebabkan kandungan serat
kasarnya meningkat, tidak renyah lagi.
Cara
pemanenan tanaman cabai dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanisasi,
cara panen yang dipilih ditentukan oleh ketersediaan tenaga kerja dan luasan
areal pertanaman. Yang perlu diperhatikan saat panen sedapat mungkin
menghindarkan komoditas tanaman cabai dari kerusakan fisik ( seperti memar,
luka dan lecet). Adanya kerusakan fisik pada komoditas tanaman cabai dapat
memacu pembusukan dan memacu transpirasi dan respirasi (cepat layu dan menurun
kualitasnya), menginduksi serangan hama dan penyakit pasca panen.
3.1.2. Sortasi
Pada tahap ini sebaiknya buah cabai yang telah dipanen segera disortasi
untuk mencegah kerusakan. Penundaan sortasi akan mempercepat pembusukan. Sebaiknya sortasi pada
tanaman cabai hendaknya membagi dalam 3 kelompok atau tiga tipe berdasarkan
kualitasnya. Pada tipe pertama buah cabai digolongkan dengan kriteria buah
masak sepenuhnya, tidak berpenyakit dan tidak mengalami kerusakan pada saat
pemanenan. Dan untuk buah cabai yang berpenyakit seperti bercak hitam pada buah
cabai dan buah cabai yang mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta buah
cabai yang mengalami kerusakan fisik (seperti memar, luka dan lecet) sebaiknya
dipisahkan. Untuk buah cabai yang mengalami kerusakan fisik (seperti memar,
luka dan lecet) dikelompokkan pada tipe ke 2 dan untuk buah cabai yang
berpenyakit seperti bercak hitam pada buah cabai dan buah cabai yang mengalami
pertumbuhan yang tidak normal dikelompokkan pada tipe ke 3.
3.1.3. Penyimpanan
Kemudian pada
tahap selanjutnya buah cabai yang sudah disortasi tadi kemudian diproses pada
tahap penyimpanan. Untuk penyimpanan buah cabai tersebut dipisahkan agar tidak
terjadi kontaminasi antara buah cabai yang utuh, tidak berpenyakit, masak
normal dan buah cabai yang mengalami kerusakan serta buah cabai yang berpenyakit. Hai ini maksudkan agar cabai
tetap kelihatan segar, mutu tetap stabil dan bisa diterima konsumen
dengan harga yang tinggi. Sebaiknya
penyimpanan buah cabai di simpang di ruang
tertutup, yaitu bangunan berventilasi, ruang berpendingin atau
ruang tertutup yang konsentrasi gasnya berbeda dengan atmosfer. Penyimpanan yang baik
dapat memperpanjang umur dan kesegaran cabai tanpa menimbulkan
perubahan fisik atau kimia. pendinginan bertujuan menekan tingkat perkembangan
mikroorganisme dan perubahan biokimia. Penyimpanan pada suhu rendah merupakan cara
terbaik untuk mempertahankan kesegaran cabai. Suhu optimal pendingin bergantung
pada varietas cabai dan tingkat kematangannya. Pendinginan dengan menggunakan refrigerator
umumnya lebih mudah dibandingkan dengan cara lainnya. Dengan
cara ini, aktivitas metabolisme bahan akan berkurang sehingga memperlambat
proses kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pantastico et al. (1975) serta Dasuki
dan Muhamad (1997) yang menyatakan bahwa,
penyimpanan dengan udara terkontrol dan dimodifikasi dapat menghambat
metabolisme sehingga menunda pematangan dan pembusukan buah. Oleh karena itu,
cabai yang akan disimpan hendaknya sehat, seragam kematangannya, dan
dikemas dengan baik.
3.1.4. Pengemasan
Pada tahap ini buah cabai
dikemas untuk
melindungi mutu produk cabai dari kerusakan mekanis, fisik dan fisiologi pada
saat handling, pengangkutan dan bongkar muat. Kemasan yang ideal harus
kuat, memiliki daya lindung yang tinggi terhadap kerusakan, mudah di-handle,
aman dan ekonomis. Wadah
kemasan dapat dibuat secara tradisional berupa keranjang bambu atau rotan,
karung plastik polietilen dan kardus berventilasi. Sebaiknya kemasan
yang digunakan pada
tahap ini yang bersifat ideal adalah yang mudah diangkat,
aman, ekonomis, dan dapat menjamin kebersihan produk. Kemasan yang baik dapat
menekan benturan, mempermudah pertukaran udara, dan mengurangi penguapan. Prinsip
pembuatan kemasan adalah ekonomis, bahannya tersedia, mudah dibuat, ringan, kuat,
dapat melindungi komoditas, berventilasi, dan tidak bau.
3.1.5. Pengangkutan
Pada tahap ini setelah buah
cabai dikemas maka langkah selanjutnya adalah pengangkutan dengan menggunakan truk
konvensional seperti kendaraan bak terbuka berbeda dengan sistem non
konvensional seperti kontainer dengan sistem udara terkendali. Pengangkutan
dengan sistem non konvensional cabai relatif lebih aman dari kerusakan fisik,
fisiologis maupun mekanis. Namun, pengangkutan dengan kontainer baru digunakan
oleh perusahaan besar yang mendapat kontrak dengan pasar swalayan. Sementara
itu, untuk pasar tradisional, buah cabai lebih sering diangkut dengan mobil bak
terbuka. Untuk memperpanjang kesegaran,
biasanya petani/pedagang memerlukan alat angkut yang cocok untuk memperlancar
pemasaran. Jika jumlah cabai yang dipasarkan sedikit, biasanya petani/pedagang
menggunakan pikulan, sepeda atau gerobak. Selama pengangkutan, cabai
dapat mengalami
kerusakan mekanis karena kontak dengan wadah atau dengan cabai yang lain
akibat goncangan. Kerusakan fisiologis juga bisa terjadi akibat gangguan metabolisme
dalam bahan. Yang terpenting selama
proses pengangkutan perlu dicermati penanganannya.
3.1.6. Pemasaran
Pemasaran pada cabai merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang terjadi dalam proses mengalirkan barang (baik berupa cabai segar maupun dalam bentuk yang sudah
diolah) dari
sentra produksi ke sentra komsumsi guna memenuhi kebutuhan dan memberikan
kepuasan bagi konsumen serta memberikan keuntungan bagi petani dan pedagang. Oleh karena itu dengan adanya pemasaran pada cabai
maka akan meningkatkan nilai guna
bentuk, nilai guna waktu, nilai guna tempat dan nilai guna hak milik pada tanaman cabai. Pada tahap ini sebaiknya pemasaran
dilakukan dengan strategi pemasaran yang efektif agar
proses pemasaran dapat berjalan secara terkontrol, dinamis, dan kreatif. Namun sebelum melakukan pemasaran hendaknya petani atau
pedagang memastikan kualitas produk cabai yang akan dijual kemudian langkah pertama kenalilah
pelanggan maksudnya disini petani atau pedagang mengidentifikasi target pemasaran cabai
(orang yang dituju yang menjadi sasaran pemasaran) kemudian langkah
selangjutnya melakukan
promosi (baik berupa cabai segar maupun dalam bentuk yang sudah diolah) haal ini
dimaksudkan untuk memperkenalkan produk cabai kepada konsumen. Sebaiknya promosi
yang dilakukan
tetap konsisten, terus-menerus, dan
dengan cara-cara kreatif sehingga para pelanggan tidak merasa bosan. Misalnya,
setiap kali bepergian, bawalah brosur, pamflet, atau leaflet berisi produk cabai untuk dibagikan kepada
rekan-rekan, atau Anda dapat menyebarkan brosur tersebut di tempat umum serta
Buatlah status di jejaring social tentang produk cabai. Kemudian langkah
ketiga memili lokasi yang
strategis dalam hal ini berkaitan dengan tempat pemasaran sebaiknya tempat
pemasaran cabai tersedia dekat dengan tempat konsumen supaya produk cabai dapat
diperoleh sepanjang waktu dan dapat dikonsumsi dalam bentuk segar. Kemudian langkah keempat
menjalin hubungan dengan pelanggan hal ini dimaksudkan agar pelanggan tidak berpindah
tempat, ketika pelanggan membutuhkan prodak cabai maka konsumen tadi akan menjadi
pelanggan tetap dalam pemasaran cabai.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan pada tinjauan pustaka dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa :
a)
Pasca
panen pada tanaman cabai merupakan kelanjutan dari proses panen agar bahan hasil panen tanaman cabai tidak
mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses
selanjutnya.
b)
Penanganan pascapanen
primer, yaitu perlakuan mulai panen, sortasi, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan, sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau siap
diolah.
c)
Penangana pascapanen sekunder,
yaitu tindakan yang mengubah hasil tanaman cabai (dalam hal ini
cabai) menjadi bentuk lain agar lebih awet.
d)
Cabai dapat dipanen
pada umur 60−75 hari setelah tanam untuk yang ditanam di dataran rendah
dan pada umur 3−4 bulan untuk yang di dataran tinggi. Cabai dipanen setelah
buahnya 75% berwarna merah.
e)
Sortasi pada tanaman cabai yaitu dengan memisahkan buah
cabai yang tidak berpenyakit dengan buah cabai yang berpenyakit.
f)
Penyimppanan produk cabai
yang telah dipanen dapat disimpan di lapangan atau di ruang
tertutup, yaitu bangunan berventilasi, ruang berpendingin atau
ruang tertutup yang konsentrasi gasnya berbeda dengan atmosfer.
g)
Pengemasan pada buah cabai bertujuan untuk
melindungi mutu produk cabai dari kerusakan mekanis, fisik dan fisiologi pada
saat handling, pengangkutan dan bongkar muat.
h)
Pengangkutan dengan sistem non
konvensional cabai relatif lebih aman dari kerusakan fisik, fisiologis maupun
mekanis.
i)
Hasil
panen buah cabai dapat diolah menjadi saus cabai, bumbu nasi goreng, pewarna
makanan dll.
DAFTAR PUSTAKA
Asgar, A. 2000. Teknologi peningkatan
kualitas sayuran.
Makalah disampaikan pada Pertemuan Aplikasi Paket
Teknologi, BPTP Jawa
Barat, Lembang, 1 Juli 2000.
Asgar, A. 2009. Penanganan
pascapanen beberapa jenis sayuran. Makalah Linkages ACIAR-SADI. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. 15 hlm.
Dasuki, I.M. dan H.
Muhamad. 1997. Pengaruh cara pengemasan dan waktu
simpan terhadap mutu buah salak Enrekang
segar. Jurnal Hortikultura 7(1):
566−573.
Duriat, A.S. 1995. Hasil
penelitian cabai merah TA 1993/1994. hlm. 201−305
Dalam Prosiding Seminar dan Evaluasi Hasil
Penelitian Hortikultura. Pusat
Penelitian Hortikultura, Jakarta.
Hartuti, N. dan R.M.
Sinaga. 1993. Pengaruh jenis dan kapasitas
kemasan terhadap mutu cabai dalam pengangkutan.
Buletin Penelitian Hortikultura 3(2):
124−132.
Moekasan, T.K., L.
Prabaningrum, dan M.L. Ratnawati. 2005. Penerapan
PHT pada sistem tanam tumpang gilir
bawang merah dan cabai. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.
43 hlm.
Mutiarawati, T. 2009.
Penanganan pascapanen hasil pertanian. Makalah
disampaikan pada Workshop Pemandu
Lapangan I (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP).
Departemen Pertanian, Jakarta.
http://pustaka.unpad.a c . i d / w p - c o n t e n t / u p l o a d s / 2 0 0 9/
penanganan_pasca_panen_hasil_pertanian_pdf. [24 Februari 2010].
Pantastico, Er.B., E.K.
Akamine, and H. Subramayan. 1975.
Physiological disorder other than
chilling injury. p. 380−388. In Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical Fruit and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Rajab, A. dan M. Taufik.
2008. Introduksi beberapa jenis sayuran di lahan
kering iklim kering. Laporan Hasil
Penelitian. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sulawesi Selatan, Makassar.
Setyowati, R.N. dan A.
Budiarti. 1992. Pascapanen Sayur.
Penebar Swadaya, Jakarta. 221 hlm.
Sumarni, N. 2009. Budi
daya sayuran: Cabai, terung, buncis, dan kacang
panjang. Makalah Linkages ACIAR-SADI.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.
18 hlm.
Soetiarso, T.A. dan R.
Majawisastra. 1992. Preferensi konsumen
rumah tangga terhadap kualitas cabai
merah. Buletin Penelitian Hortikultura 27(1):
12−23
Sutarya, R., G. Grubben,
dan H. Sutarno. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran
Dataran Rendah. Gadjah Mada Univ. Press
bekerja sama dengan Prosea dan Balai
Penelitian Hortikultura Lembang.
Yuliana,
N., T. Hanum, dan Karyono. 1991. Pengaruh
pembelahan buah cabai terhadap rendemen
dan mutu oleoresin. Jurnal Hortikultura 1(4):
35−39.
Tentang Saya :
TTL : Makassar, 01 oktober 1995
How to Create an Account with casino.bet - Dr.CMD
BalasHapusA 안양 출장안마 casino is a way bet365 of organizing 상주 출장안마 or facilitating transactions by placing wagers, without using a centralized 계룡 출장안마 platform. It can be 청주 출장샵 done through an